BAB I
PENDAHULUAN
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal
kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan
penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam
gejala-gejala, menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal
kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara
bertahap. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang
dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan
nitrogen urea darah (BUN) dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.
Setiap orang dalam segala usia bisa terkena gagal ginjal kronik. Namun beberapa
golongan orang mempunyai risiko lebih tinggi terkena gagal ginjal kronis
apabila masuk dalam salah satu kriteria berikut ini:
• Penderita diabetes
• Penderita hipertensi
• Mempunyai riwayat keluarga penderita gagal ginjal kronis
• Berusia 50 tahun ke atas
Semakin dini gangguan ginjal dapat dideteksi, semakin besar pula kemungkinan
untuk memperlambat perkembangan atau bahkan menghentikan penyakit gagal ginjal
kronis. Hal lainnya yang mempengaruhi adalah selain treatment yang tepat juga
kesungguhan penderita untuk mengikuti petunjuk dari dokter.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Gagal ginjal kronik biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut
secara bertahap (Doenges, 1999; 626)
Kegagalan ginjal kronis terjadi bila ginjal sudah tidak mampu mempertahankan
lingkungan internal yang konsisten dengan kehidupan dan pemulihan fungsi tidak
dimulai. Pada kebanyakan individu transisi dari sehat ke status kronis atau
penyakit yang menetap sangat lamban dan menunggu beberapa tahun. (Barbara C
Long, 1996; 368)
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner &
Suddarth, 2001; 1448)
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan
lambat,biasanya berlangsung beberapa tahun. (Price, 1992; 812)
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah) ( KMB, Vol 2 hal 1448).
Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan
fungsi renal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit. Gagal ginjal
kronis terjadi dengan lambat selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, dengan
penurunan bertahap dengan fungsi ginjal dan peningkatan bertahap dalam gejala-gejala,
menyebabkan penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Gagal ginjal kronis biasanya
akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Gangguan
fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan
ringan, sedang dan berat. Azotemia adalah peningkatan nitrogen urea darah (BUN)
dan ditegakkan bila konsentrasi ureum plasma meningkat.
B. ETIOLOGI
Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler
(nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik),
agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999;
626)
Penyebab GGK menurut Price, 1992; 817, dibagi menjadi delapan kelas, antara
lain:
• Infeksi misalnya pielonefritis kronik
• Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis
• Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis
• Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik,
poliarteritis nodosa,sklerosis sistemik progresif
• Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal
polikistik,asidosis tubulus ginjal
• Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis
• Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal
• Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma,
fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat,
striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
Penyebab gagak ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis dapat
dibagi dalam 2 kelompok :
1. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik,
Tbc ginjal
Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati, Amilordosis ginjal,
Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif, Gout, Dm
2. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat,Batu saluran kemih, Refluks
ureter,
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan
Infeksi yang berulang dan nefron yang memburuk
Obstruksi saluran kemih
Destruksi pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama
Scar pada jaringan dan trauma langsung pada ginjal
C. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus dan
tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul
disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada pasien
menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. (Barbara C Long, 1996, 368)
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka
gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah dialisis.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).
2 pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi
ginjal pada Gagal ginjal Kronis:
1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit namun dalam stadium
yang berbeda-beda, dan bagian spesifik dari nefron yang berkaitan dengan fungsi
–fungsi tertentu dapat saja benar-benar rusak atau berubah strukturnya,
misalnya lesi organic pada medulla akan merusak susunan anatomic dari lengkung
henle.
2. Pendekatan Hipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur,
namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bila
jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan
elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Adaptasi penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Sisa nefron yang ada mengalami
hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban kerja ginjal,
terjadi peningkatan percepatan filtrasi, beban solute dan reabsorpsi tubulus
dalam setiap nefron yang terdapat dalam ginjal turun dibawab normal.
Mekanisme adaptasi ini cukup berhasil dalam mempertahankan keseimbangan cairan
dan elektrolit tubuh hingga tingkat fungsi ginjal yang rendah.
Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi
dan beban solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan
glomerolus-tubulus tidak dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada
proses ekskresi maupun konsentrasi solute dan air menjadi berkurang.
Perjalanan klinis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 atadium
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % – 75 %). Tahap inilah yang
paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini
belum merasasakan gejala gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih
dalam masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN
(Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan
fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban kerja yang
berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan test GFR
yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita
dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL
menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat dalam hal mengatasi kekurangan
cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan
yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan
secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang lebih
berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak.
Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN
ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini
kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % – 50 %). Pada tahap ini penderita
dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL
menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi
kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian
obat obatan yang bersifat menggnggu faal ginjal. Bila langkah langkah ini
dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita masuk ketahap yang
lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah
rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada
stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3
liter / hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal
diantara 5 % – 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala
kekurangan darah, tekanan darah akan naik, , aktifitas penderita mulai
terganggu.
Stadium III
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10 %)
Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan diman tak dapat
melakukan tugas sehari hair sebaimana mestinya. Gejal gejal yang timbul antara
lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak nafas, pusing, sakit kepala,
air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya terjadi penurunan
kesadaran sampai koma. Stadum akhir timbul pada sekitar 90 % dari massa nefron
telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai
merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita
biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/ hari karena
kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang tubulus
ginjal,
kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
Permasalahan fisiologis yang disebabkan oleh CRF
1. Ketidakseimbangan cairan
Mula-mula ginjal kehilangan fungsinya sehingga tidak mampu memekatkan urine
(hipothenuria) dan kehilangan cairan yang berlebihan (poliuria). Hipothenuria
tidak disebabkan atau berhubungan dengan penurunan jumlah nefron, tetapi oleh
peningkatan beban zat tiap nefron. Hal ini terjadi karena keutuhan nefron yang
membawa zat tersebut dan kelebihan air untuk nefron-nefron tersebut tidak dapat
berfungsi lama. Terjadi osmotik diuretik, menyebabkan seseorang menjadi
dehidrasi.
Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat maka ginjal tidak mampu
menyaring urine (isothenuria). Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan
plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus. Maka akan terjadi
kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium.
2. Ketidaseimbangan Natrium
Ketidaseimbangan natrium merupakan masalah yang serium dimana ginjal dapat
mengeluarkan sedikitnya 20-30 mEq natrium setiap hari atau dapat meningkat
sampai 200 mEq perhari. Variasi kehilangan natrium berhubungan dengan “intact
nephron theory”. Dengan kata lain, bila terjadi kerusakan nefron maka tidak
terjadi pertukaran natrium. Nefron menerima kelebihan natrium sehingga
menyebabkan GFR menurun dan dehidrasi. Kehilangan natrium lebih meningkat pada
gangguan gastrointstinal, terutama muntah dan diare. Keadaan ini memperburuk
hiponatremia dan dehidrasi. Pada CRF yang berat keseimbangan natrium dapat
dipertahankan meskipun terjadi kehilangan yang fleksibel nilai natrium. Orang
sehat dapat pula meningkat di atas 500 mEq/hari. Bila GFR menurun di bawah
25-30 ml/menit, maka ekskresi natrium kurang lebih 25 mEq/hari, maksimal
ekskresinya 150-200 mEq/hari. Pada keadaan ini natrium dalam diet dibatasi 1-1,5
gram/hari.
3. Ketidakseimbangan Kalium
Jika keseimbangan cairan dan asidosis metabolik terkontrol maka hiperkalemia
jarang terjadi sebelum stadium IV. Keseimbangan kalium berhubungan dengan
sekresi aldosteron. Selama output urine dipertahankan kadar kalium biasanya
terpelihara. Hiperkaliemia terjadi karena pemasukan kalium yang berlebihan,
dampak pengobatan, hiperkatabolik (infeksi), atau hiponatremia. Hiperkalemia
juga merupakan karakteristik dari tahap uremia.
Hipokalemia terjadi pada keadaan muntah atau diare berat, pada penyakit tubuler
ginjal, nefron ginjal, meresorbsi kalium sehingga ekskresi kalium meningkat.
Jika hipokalemia persisten, kemungkinan GFR menurun dan produksi NH3 meningkat.
HCO3 menurun dan natrium bertahan.
4. Ketidaseimbangan asam basa
Asidosis metabolik terjadi karena ginjal tidak mampu mengekskresikan ion
Hirdogen untuk menjaga pH darah normal. Disfungsi renal tubuler mengakibatkan
ketidamampuan pengeluaran ioh H. Dan pada umumnya penurunan ekskresi H +
sebanding dengan penurunan GFR. Asam yang secara terus-menerus dibentuk oleh
metabolisme dalam tubuh tidak difiltrasi secara efektif melewati GBM, NH3
menurun dan sel tubuler tidak berfungsi. Kegagalan pembentukan bikarbonat
memperberat ketidakseimbangan. Sebagian kelebihan hidrogen dibuffer oleh
mineral tulang. Akibatnya asidosis metabolik memungkinkan terjadinya
osteodistrophy.
5. Ketidakseimbangan Magnesium
Magnesium pada tahap awal CRF adalah normal, tetapi menurun secara progresif
dalam ekskresi urine menyebabkan akumulasi. Kombinasi penurunan ekskresi dan
intake yang berlebihan mengakibatkan henti napas dan jantung.
6. Ketidakseimbangan Calsium dan Fospor
Secara normal calsium dan pospor dipertahankan oleh parathyroid hormon yang
menyebabkan ginjal mereabsorbsi kalsium, mobilisasi calsium dari tulang dan
depresi resorbsi tubuler dari pospor. Bila fungsi ginjal menurun 20-25 % dari
normal, hiperpospatemia dan hipocalsemia terjadi sehingga timbul
hiperparathyroidisme sekunder. Metabolisme vitamin D terganggu. Dan bila
hiperparathyroidisme berlangsung dalam waktu lama dapat mengakibatkan
osteorenaldystrophy.
7. Anemia
Penurunan Hb disebabkan oleh:
• Masa hidup sel darah merah pendek karena perubahan plasma.
• Peningkatan kehilangan sel darah merah karena ulserasi gastrointestinal,
dialisis, dan pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium.
• Defisiensi folat
• Defisiensi iron/zat besi
• Peningkatan hormon paratiroid merangsang jaringan fibrosa atau osteitis
fibrosis, mengambil produksi sum-sum menurun.
8. Ureum kreatinin
Urea yang merupakan hasil metabolik protein meningkat (terakumulasi). Kadar BUN
bukan indikator yang tepat dari penyakit ginjal sebab peningkatan BUN dapat
terjadi pada penurunan GFR dan peningkatan intake protein. Tetapi kreatinin
serum adalah indikator yang lebih baik pada gagal ginjal sebab kreatinin
diekskresikan sama dengan jumlah yang diproduksi tubuh.
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Manifestasi klinik antara lain (Long, 1996 : 369):
a. Gejala dini : lethargi, sakit kepala, kelelahan fisik dan mental, berat badan
berkurang, mudah tersinggung, depresi
b. Gejala yang lebih lanjut : anoreksia, mual disertai muntah, nafas dangkal
atau sesak nafas baik waktui ada kegiatan atau tidak, udem yang disertai
lekukan, pruritis mungkin tidak ada tapi mungkin juga sangat parah.
2. Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001 : 1449) antara lain : hipertensi,
(akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin –
aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan
berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh
toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,
perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).
3. Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut:
a. Sistem kardiovaskuler
• Hipertensi
• Pitting edema
• Edema periorbital
• Pembesaran vena leher
• Friction sub pericardial
b. Sistem Pulmoner
• Krekel
• Nafas dangkal
• Kusmaull
• Sputum kental dan liat
c. Sistem gastrointestinal
• Anoreksia, mual dan muntah
• Perdarahan saluran GI
• Ulserasi dan pardarahan mulut
• Nafas berbau amonia
d. Sistem muskuloskeletal
• Kram otot
• Kehilangan kekuatan otot
• Fraktur tulang
e. Sistem Integumen
• Warna kulit abu-abu mengkilat
• Pruritis
• Kulit kering bersisik
• Ekimosis
• Kuku tipis dan rapuh
• Rambut tipis dan kasar
f. Sistem Reproduksi
• Amenore
• Atrofi testis
g. Hematologi
Anemia merupakan gejala yang hampr selalu ada pada Gagal Ginjal Kronik. Apabila
terdapat penurunan fungsi ginjal tanpa disertai anemia perlu dipikirkan apakah
suatu Gagal Ginjal Akut atau Gagal Ginjal Kronik dengan penyebab polikistik
ginjal yang disertai polistemi. Hemolisis merupakan sering timbul anemi, selain
anemi pada Gagal Ginjal Kronik sering disertai pendarahan akibat gangguan
fungsi trombosit atau dapat pula disertai trombositopeni. Fungsi leukosit
maupun limposit dapat pula terganggu sehingga pertahanan seluler terganggu,
sehingga pada penderita Gagal Ginjal Kronik mudah terinfeksi, oleh karena
imunitas yang menurun.
h. Endokrin
Gangguan seksual seperti penurunan libido, ion fertilitas sering dijumpai pada
Gagal Ginjal Kronik, pada wanita dapat pula terjadi gangguan menstruasi sampai
aminore. Toleransi glukosa sering tergangu paa Gagal Ginjal Kronik, juga
gangguan metabolik vitamin D.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Suyono (2001), untuk menentukan diagnosa pada CKD dapat dilakukan cara
sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium
Menentukan derajat kegawatan CKD, menentukan gangguan sistem dan membantu
menetapkan etiologi.
2. Pemeriksaan USG
Untuk mencari apakah ada batuan, atau massa tumor, juga untuk mengetahui
beberapa pembesaran ginjal.
3. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis,
aritmia dan gangguan elektrolit
4. Pemeriksaan Laboratorium
Penilaian CRF dengan ganguan yang serius dapat dilakukan dengan pemerikasaan
laboratorium, seperti : Kadar serum sodium/natrium dan potassium/kalium, pH,
kadar serum phospor, kadar Hb, hematokrit, kadar urea nitrogen dalam darah
(BUN), serum dan konsentrasi kreatinin urin, urinalisis.
Pada stadium yang cepat pada insufisiesi ginjal, analisa urine dapat menunjang
dan sebagai indikator untuk melihat kelainan fungsi ginjal. Batas kreatinin
urin rata-rata dari urine tampung selama 24 jam. Analisa urine rutin dapat
dilakukan pada stadium gagal ginjal yang mana dijumpai produksi urin yang tidak
normal. Dengan urin analisa juga dapat menunjukkan kadar protein, glukosa,
RBCs/eritrosit, dan WBCs/leukosit serta penurunan osmolaritas urin. Pada gagal
ginjal yang progresif dapat terjadi output urin yang kurang dan frekuensi urin
menurun.
Monitor kadar BUN dan kadar creatinin sangat penting bagi pasien dengan gagal
ginjal. Urea nitrogen adalah produk akhir dari metabolisme protein serta urea yang
harus dikeluarkan oleh ginjal. Normal kadar BUN dan kreatinin sekitar 20 : 1.
Bila ada peningkatan BUN selalu diindikasikan adanya dehidrasi dan kelebihan
intake protein.
5. Pemeriksaan Radiologi
Berberapa pemeriksaan radiologi yang biasa digunanakan utntuk mengetahui
gangguan fungsi ginjal antara lain:
• Flat-Plat radiografy/Radiographic keadaan ginjal, uereter dan vesika urinaria
untuk mengidentifikasi bentuk, ukuran, posisi, dan kalsifikasi dari ginjal.
Pada gambaran ini akan terlihat bahwa ginjal mengecil yang mungkin disebabkan
karena adanya proses infeksi.
• Computer Tomograohy (CT) Scan yang digunakan untuk melihat secara jelas
sturktur anatomi ginjal yang penggunaanya dengan memakai kontras atau tanpa
kontras.
• Intervenous Pyelography (IVP) digunakan untuk mengevaluasi keadaan fungsi
ginjal dengan memakai kontras. IVP biasa digunakan pada kasus gangguan ginjal
yang disebabkan oleh trauma, pembedahan, anomali kongental, kelainan prostat,
calculi ginjal, abses / batu ginjal, serta obstruksi saluran kencing.
• Aortorenal Angiography digunakan untum mengetahui sistem aretri, vena, dan
kepiler pada ginjal dengan menggunakan kontras . Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan pada kasus renal arteri stenosis, aneurisma ginjal, arterovenous
fistula, serta beberapa gangguan bentuk vaskuler.
• Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan untuk mengevaluasi kasus yang
disebabkan oleh obstruksi uropathi, ARF, proses infeksi pada ginjal serta post
transplantasi ginjal.
6. Biopsi Ginjal untuk mengdiagnosa kelainann ginjal dengan mengambil jaringan
ginjal lalu dianalisa. Biasanya biopsi dilakukan pada kasus golomerulonepritis,
neprotik sindom, penyakit ginjal bawaan, ARF, dan perencanaan transplantasi
ginjal.
F. PENCEGAHAN
Obstruksi dan infeksi saluran kemih dan penyakit hipertensi sangat lumrah dan
sering kali tidak menimbulkan gejala yang membawa kerusakan dan kegagalan
ginjal. Penurunan kejadian yang sangat mencolok adalah berkat peningkatan
perhatian terhadap peningkatan kesehatan. Pemeriksaan tahunan termasuk tekanan
darah dan pemeriksaan urinalisis.
Pemeriksaan kesehatan umum dapat menurunkan jumlah individu yang menjadi
insufisiensi sampai menjadi kegagalan ginjal. Perawatan ditujukan kepada
pengobatan masalah medis dengan sempurna dan mengawasi status kesehatan orang
pada waktu mengalami stress (infeksi, kehamilan). (Barbara C Long, 2001)
H. PENATALAKSANAAN
Pada umunya keadaan sudah sedemikian rupa sehingga etiologi tidak dapat diobati
lagi. Usaha harus ditujukan untuk mengurangi gejala, mencegah kerusakan/pemburukan
faal ginjal yang terdiri :
1. Pengaturan minum
Pengaturan minum dasarnya adalah memberikan cairan sedemikian rupa sehingga
dicapai diurisis maksimal. Bila cairan tidak dapat diberikan per oral maka
diberikan perparenteral. Pemberian yang berlebihan dapat menimbulkan penumpukan
di dalam rongga badan dan dapat membahayakan seperti hipervolemia yang sangat
sulit diatasi.
2. Pengendalian hipertensi
Tekanan darah sedapat mungkin harus dikendalikan. Pendapat bahwa penurunan
tekanan darah selalu memperburuk faal ginjal, tidak benar. Dengan obat tertentu
tekanan darah dapat diturunkan tanpa mengurangi faal ginjal, misalnya dengan
beta bloker, alpa metildopa, vasodilator. Mengurangi intake garam dalam rangka
ini harus hati-hati karena tidak semua renal failure disertai retensi Natrium.
3. Pengendalian K dalam darah
Mengendalikan K darah sangat penting, karena peninggian K dapat menimbulkan
kematian mendadak. Yang pertama harus diingat ialah jangan menimbulkan
hiperkalemia karena tindakan kita sendiri seperti obat-obatan, diet buah,dan
lain-lain. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosa
dengan EEG, dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia maka pengobatannya dengan
mengurangi intake K, pemberian Na Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
4. Penanggulangan Anemia
Anemia merupakan masalah yang sulit ditanggulangi pada CRF. Usaha pertama harus
ditujukan mengatasi faktor defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan
yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan
dapat meninggikan Hb. Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi
yang kuat, misalnya ada insufisiensi koroner.
5. Penanggulangan asidosis
Pada umumnya asidosis baru bergejala pada taraf lebih lanjut. Sebelum memberi
pengobatan yang khusus faktor lain harus diatasi dulu, khususnya dehidrasi.
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan. kalau perlu diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
6. Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sakit lebih mudah mengalami infeksi dari pada biasanya. Pasien CRF
dapat ditumpangi pyelonefritis di atas penyakit dasarnya. Adanya pyelonepritis
ini tentu memperburuk lagi faal ginjal. Obat-obat anti mikroba diberi bila ada
bakteriuria dengan perhatian khusus karena banyak diantara obat-obat yang
toksik terhadap ginjal atau keluar melalui ginjal. Tindakan yang mempengaruhi saluran
kencing seperti kateterisasi sedapat mungkin harus dihindarkan. Infeksi
ditempat lain secara tidak langsung dapat pula menimbulkan permasalahan yang
sama dan pengurangan faal ginjal.
7. Pengurangan protein dalam makanan
Protein dalam makanan harus diatur. Pada dasarnya jumlah protein dalam makanan
dikurangi, tetapi tindakan ini jauh lebih menolong juga bila protein tersebut
dipilih.
Diet dengan rendah protein yang mengandung asam amino esensial, sangat menolong
bahkan dapat dipergunakan pada pasien CRF terminal untuk mengurangi jumlah
dialisis.
8. Pengobatan neuropati
Neuropati timbul pada keadaan yang lebih lanjut. Biasanya neuropati ini sukar
diatasi dan meurpakan salah satu indikasi untuk dialisis. Pada pasien yang
sudah dialisispun neuropati masih dapat timbul.
9. Dialisis
Dasar dialisis adalah adanya darah yang mengalir dibatasi selaput semi
permiabel dengan suatu cairan (cairan dialisis) yang dibuat sedemikiam rupa
sehingga komposisi elektrolitnya sama dengan darah normal. Dengan demikian
diharapkan bahwa zat-zat yang tidak diinginkan dari dalam darah akan berpindah
ke cairan dialisis dan kalau perlu air juga dapat ditarik kecairan dialisis.
Tindakan dialisis ada dua macam yaitu hemodialisis dan peritoneal dialisis yang
merupakan tindakan pengganti fungsi faal ginjal sementara yaitu faal
pengeluaran/sekresi, sedangkan fungsi endokrinnya tidak ditanggulangi.
10. Transplantasi
Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pembuluh darah pasien CRF maka
seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru. Ginjal yang sesuai harus
memenuhi beberapa persaratan, dan persyaratan yang utama adalah bahwa ginjal
tersebut diambil dari orang/mayat yang ditinjau dari segi imunologik sama
dengan pasien. Pemilihan dari segi imunologik ini terutama dengan pemeriksaan
HLA
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pada dasarnya pengkajian yang dilakukan menganut konsep perawatan secara
holistic. Pengkajian dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pada
kasus ini akan dibahas khusus pada sistim tubuh yang terpengaruh :
1. Ginjal (Renal)
Kemungkinan Data yang diperoleh :
• Oliguria (produksi urine kurang dari 400 cc/ 24jam)
• Anuria (100 cc / 24 Jam
• Infeksi (WBCs , Bacterimia)
• Sediment urine mengandung : RBCs ,
2. . Riwayat sakitnya dahulu.
• Sejak kapan muncul keluhan
• Berapa lama terjadinya hipertensi
• Riwayat kebiasaan, alkohol,kopi, obat-obatan, jamu
• Waktu kapan terjadinya nyeri kuduk dan pinggang
3. Penanganan selama ada gejala
• Kalau dirasa lemah atau sakit apa yang dilakukan
• Kalau kencing berkurang apa yang dilakukan
• Penggunaan koping mekanisme bila sakit
4. Pola : Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.
5. Pemeriksaan fisik
• Peningkatan vena jugularis
• Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas
• Anemia dan kelainan jantung
• Hiperpigmentasi pada kulit
• Pernapasan
• Mulut dan bibir kering
• Adanya kejang-kejang
• Gangguan kesadaran
• Pembesaran ginjal
• Adanya neuropati perifer
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
Aktifitas / istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)
Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak
tangan.
Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada
penyakit tahap akhir.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.
Kecenderungan perdarahan
Integritas Ego :
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.
Eliminasi :
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi
Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
Makanan / cairan :
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut
(pernapasan amonia)
Penggunaan diuretik
Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.
Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.
Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot / kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki,
kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.
Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
Nyeri / kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.
Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.
Pernapasan
Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.
Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.
Batuk dengan sputum encer (edema paru).
Keamanan
Kulit gatal
Ada / berulangnya infeksi
Pruritis
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan
pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
Ptekie, area ekimosis pada kulit
Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
Interaksi sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran biasanya dalam keluarga.
Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis
heredeter, kalkulus urenaria, maliganansi.
Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Menurut Doenges (1999) dan Lynda Juall (2000), diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien CKD adalah:
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan udem
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O.
3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual, muntah.
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder, kompensasi
melalui alkalosis respiratorik.
5. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan suplai O2 ke jaringan menurun.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan.
J. INTERVENSI
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung yang meningkat
Tujuan:
Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil :
mempertahankan curah jantung dengan bukti tekanan darah dan frekuensi jantung
dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi jantung dan paru
R: Adanya takikardia frekuensi jantung tidak teratur
b. Kaji adanya hipertensi
R: Hipertensi dapat terjadi karena gangguan pada sistem
aldosteron-renin-angiotensin (disebabkan oleh disfungsi ginjal)
c. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikanlokasi, rediasi, beratnya (skala
0-10)
R: HT dan GGK dapat menyebabkan nyeri
d. Kaji tingkat aktivitas, respon terhadap aktivitas
R: Kelelahan dapat menyertai GGK juga anemia
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan edema
sekunder : volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na dan H2O)
Tujuan: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan dengan kriteria
hasil: tidak ada edema, keseimbangan antara input dan output
Intervensi:
a. Kaji status cairan dengan menimbang BB perhari, keseimbangan masukan dan
haluaran, turgor kulit tanda-tanda vital
b. Batasi masukan cairan
R: Pembatasan cairan akn menentukan BB ideal, haluaran urin, dan respon
terhadap terapi
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang pembatasan cairan
R: Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
d. Anjurkan pasien / ajari pasien untuk mencatat penggunaan cairan terutama
pemasukan dan haluaran
R: Untuk mengetahui keseimbangan input dan output
3.Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah
Tujuan: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat dengan kriteria hasil:
menunjukan BB stabil
Intervensi:
a. Awasi konsumsi makanan / cairan
R: Mengidentifikasi kekurangan nutrisi
b. Perhatikan adanya mual dan muntah
R: Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau
menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi
c. Beikan makanan sedikit tapi sering
R: Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan
d. Tingkatkan kunjungan oleh orang terdekat selama makan
R: Memberikan pengalihan dan meningkatkan aspek sosial
e. Berikan perawatan mulut sering
R: Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut
yang dapat mempengaruhi masukan makanan
4. Perubahan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi sekunder: kompensasi
melalui alkalosis respiratorik
Tujuan: Pola nafas kembali normal / stabil
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles
R: Menyatakan adanya pengumpulan sekret
b. Ajarkan pasien batuk efektif dan nafas dalam
R: Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2
c. Atur posisi senyaman mungkin
R: Mencegah terjadinya sesak nafas
d. Batasi untuk beraktivitas
R: Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritis
Tujuan: Integritas kulit dapat terjaga dengan kriteria hasil :
- Mempertahankan kulit utuh
- Menunjukan perilaku / teknik untuk mencegah kerusakan kulit
Intervensi:
a. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskuler, perhatikan
kadanya kemerahan
R: Menandakan area sirkulasi buruk atau kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus / infeksi.
b. Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan membran mukosa
R: Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
sirkulasi dan integritas jaringan
c. Inspeksi area tergantung terhadap udem
R: Jaringan udem lebih cenderung rusak / robek
d. Ubah posisi sesering mungkin
R: Menurunkan tekanan pada udem , jaringan dengan perfusi buruk untuk
menurunkan iskemia
e. Berikan perawatan kulit
R: Mengurangi pengeringan , robekan kulit
f. Pertahankan linen kering
R: Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit
g. Anjurkan pasien menggunakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan
tekanan pada area pruritis
R: Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera
h. Anjurkan memakai pakaian katun longgar
R: Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada
kulit
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang tidak
adekuat, keletihan
Tujuan: Pasien dapat meningkatkan aktivitas yang dapat ditoleransi
Intervensi:
a. Pantau pasien untuk melakukan aktivitas
b. Kaji fektor yang menyebabkan keletihan
c. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat
d. Pertahankan status nutrisi yang adekuat.
BAB III
KESIMPULAN
Gagal ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal (unit nefron) yang
berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama dan menetap ,
yang mengakibatkan penumpukan sisa metabolit (Toksik uremik) sehingga ginjal
tidak dapat memenuhi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Toksik uremik adalah bahan yang dituduh sebagai penyebab sindrom klinik uremia.
Toksik uremik yang telah diterima adalah : H2O, Na, K, H, P anorganik dan PTH
Renin. Sedangkan yang belum diterima adalah : BUN, Kreatinin, asam Urat,
Guanidin, midlle molecule dan sebagainya.
Pada umumnya CRF tidak reversibel lagi, dimana ginjal kehilangan kemampuan
untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan diet
makanan dan minuman untuk orang normal.
Banyak penderita ginjal tidak merasakan gejala penyakitnya sampai kemudian
bertambah parah. Untuk itu Anda dapat merasakan berupa gejala dibawah ini yang
dapat saja merupakan tanda penyakit gagal ginjal :
• Perubahan urin – seperti adanya darah dalam urin, terlalu banyak atau terlalu
sedikit urin dibanding biasanya, dan kecenderungan bangun di tengah malam untuk
kencing.
• Fatik – mengantuk atau lemas yang berlebihan
• Bengkak di tangan dan/ atau kaki – kelebihan cairan yang tidak dapat dibuang
akan bertumpuk di dalam tubuh.
• Sesak Nafas – kelebihan cairan yang tidak dapat dibuang dapat memenuhi paru –
paru sehingga menyebabkan sesak nafas. Selain itu anemia juga menjadi sebab
dari gangguan sesak nafas.
• Napsu makan berkurang.
• bengkak seputar mata , khususnya pagi hari.
• Keram otot khususnya malam hari
• Gatal – gatal penumpukan racun dalam darah menyebabkan gatal – gatal yang
sangat mengganggu.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
Jakarta : EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II.
Jakarta.: Balai Penerbit FKUI
LAMPIRAN
CONTOH KASUS
Nama klien Hj. H
Umur 85 tahun.
Masuk RS Tgl 30 April 2005 dengan keluhan Tidak bisa buang air kecil dan sakit
pinggang sebelah kanan.. Keluhan ini berlangsung 3 hari 2 hari dirumah. Awalnya
klien tidak bisa buang air besar menggunakan±lalu
klien dulcolax suppositoria selama 2 hari berturut-turut dan klien bisa BAB.
Sehari kemudian klien susah kencing, walau mengejan air kencing tidak bisa
keluar, lalu keluarga membawanya ke Rumah Sakit. Sesampai di Rumah Sakit
dipasang Kateter dan air kencing lancer keluar keluar berwarna agak merah
kemudian yang keluar berwarna agak coklat seperti air teh.
Saat pengkajian klien telah dirawat selama 3 hari data focus yang diperoleh:
Keadaan umum klien agak lemah, tungkai bawah lemas,tidak bertenaga, kulit
keriput tidak elastis. odema pretibial. Tonus otot kurang. selalu berbaring
ditempat tidur, ativitas sehari, hari dibantu oleh anaknya, terpasang kateter
urine warna coklat seperti air teh, kain pengalas basah dan berbau.
TD 160/ 90 mmHg. Nadi 82 x/ menit, suhu Badan 36,2O C, sclera tampak pucat,
secret mata ( + ). Mulut/ napas berbau amonia, bicara lirih kadang kurang
jelas,
Hasil pemeriksaan Laboratorium
Tgl; 2/5 2005
Ureum : 202,32
Kreatinin : 3, 93
SGOT : 19
SGPT : 30
: 5,5 x 103 /mWBC l
RBC : 3,90
HGB : 10,7
HCT : 32,5%
GDS : 161
Pemeriksaan Penunjang
Hasil USG:
Ginjal : Tampak kedua ginjal mengecil dengan echodifferensiasi tidak jelas (
ginjal kanan 5,9 x 3,1 cm; ginjal kiri 5,8 x 2,5 cm ).
Kesan : PNC bilateral.
TERAPI MEDIS
Obat – obatan :
IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/ menit Allopurinol 300mg 1-0-0,
Zonidip 10mg 0-0-1,
Fibrat 300mg 0-0-1
Inj. Neurosanbe 1 amp/ hari/ drips
Berdasarkan pengkajian , diagnosa keperawatan yang didapat :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi
cairan dan natrium.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas,
gangguan status metabolic.
Rencana tindakan :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi
cairan dan natrium.
1. Kaji status cairan :
Timbang berat badan harian
Keseimbangan masukan dan haluaran
Turgor kulit dan adanya oedema
Tekanan darah, denyut dan irama nadi.
2. Batasi masukan cairan
3. Identifikasi sumber potensial cairan
Medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan, oral dan intra vena.
Makanan
4. Jelaskan rasional pembatasan cairan
5. Bantu klien dalam mengatasi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan.
6. Tingkatkan dan dorong hygiene oral.
2. Gangguan pemenuhan ADL berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tentukan kemampuan klien untuk berpartyisipasi dalam aktifitas perawatan diri.
( skala 0 – 4 ).
Berikan bantuan dengan aktifitas yang diperlukan
Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan ADL klien ditempat tidur.
Bantu keluarga dalam perawatan diri klien ditempat tidur.
Anjurkan keluarga untuk menganti alas bokong jika basah.
Bantu dan motivasi keluarga untuk menjaga kebersihan tubuh klien,
3. Perubahan membrane mukosa oral berhubungan dengan iritasi kimia.
1. Inspeksi rongga mulut perhatikan kelembapan, karakter saliva, adanya
inflamasi, ulserasi.
2. Berikan cairan sepanjang 24 jam dalam batas yang ditentukan.
3. Berikan perawatan mulut sering.
4. Anjurkan hygiene mulut setelah makan dan menjelang tidur.
5. Anjurkan klien untuk menghindari pencuci mulut lemon/ bahan yang mengandung
alcohol.
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan aktivitas,
gangguan status metabolic.
1. Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, kelembapan kulit, vaskuler.
2. Ubah posisi dengan sering, gerakan klien dengan perlahan, beri bantalan kain
yang lembut pada tonjolan tulang.
3. Pertahankan linen kering bebas dari keriput.
4. Pertahankan kuku tetap pendek